TEMPO.CO, Jakarta - Tenun ternyata bisa menjadi alat penguatan perempuan. Dengan menjadi penenun, perempuan tak perlu bekerja keluar negeri di sektor informal, meninggalkan keluarga dan lingkungannya. “Ia tetap bisa mengurus keluarganya di rumah sekaligus berdaya secara ekonomi,” kata Dinny Jusuf, pemilik Toraja Melo saat memberikan materi inspiratif kepada peserta pendampingan Komunitas Kreatif Bekraf – Tempo Institute di Gedung Wanita Bete Lalekno, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur pada Senin, 8 Oktober 2018.
Dinny menjelaskan, Indonesia yang kaya akan tradisi tenun, bisa menjadi pintu masuk untuk menggerakkan ekonomi perempuan. Apalagi, tenun yang dikerjakan dengan proses panjang, bisa sangat mahal sepanjang perempuan itu memahami nilai ekonomis dari kain yang sudah dia buat.
Baca: Dari Tenun, Ito Ingin Narapidana Tidak Dipandang Sebelah Mata
Alasan itu pula yang membuatnya mendirikan Toraja Melo bersama adiknya pada 2008 di Toraja. Awalnya, ia menemukan banyak bayi berayah Malaysia di Toraja yang harus kembali ke Indonesia karena persoalan identitas. “Mereka ini anak-anak dari buruh migran yang bekerja di Malaysia sebagai pekerja rumah tangga.” Di sisi lain, ia menemukan banyak motif tenun di Toraja yang sangat cantik dan biasa dilakukan perempuan di rumah sambil mengurus keluarganya.
Toraja Melo, kata Dinny, didirikan dengan tujuan memotong masalah kemiskinan pada perempuan pedesaan. “Kami memberikan pemahaman kepada ibu-ibu untuk menghargai atas kreasi tenun yang mereka buat,” ujarnya.