Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Belu Lidwina Viviawaty Ng membenarkan tenun bisa menjadi alat pemberdayaan ekonomi perempuan. “Duduk-duduk menenun dapat duit, bisa buat bayar anak sekolah,” katanya kepada Tempo di Rumah Jabatan Bupati Belu, Rabu, 10 Oktober 2018. Istri Bupati Belu Willybrodus Lay ini menuturkan, hampir semua perempuan di Belu bisa menenun. “Mereka membuat kain tenun untuk dipakai saat upacara adat seperti persiaan menikahkan anaknya.”
Baca juga: Tidak Tahu Menenun, Orang Timor Belum Boleh Kawin
Saat kepepet, sebagian kain tenun atau biasa disebut tais itu dijual untuk menutupi kebutuhan sehari-hari atau menjadi tabungan jika ada keperluan mendesak. “Hanya masalahnya, hampir setiap orang Timor memiliki tais sehingga kalau dijual susah tinggi,” ucapnya.
Sejak menjadi sebagai ketua Dekranasda Belu pada Februari 2016, Vivi mulai maraton mempelajari detail tentang pembuatan tenun, baik teknik, motif, hingga sejarahnya hingga ke Kupang, Rote, dan Alor. Awalnya, ia mengaku pesimistis tenun Belu bisa dijual dengan harga tinggi. “Sejak Belu berpisah dari Kabupaten Malaka, tenun Belu tidak terlihat karena di sana ada pembinaannya.”
Menurut Vivi, perempuan penenun di Belu sebelumnya tidak berpikir untuk menjual tais keluar daerah. “Kebanyakan dikonsumsi lokal, jarang dipromosikan ke pasar sehingga artshop gak tertarik,” katanya. Ia bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan Belu mulai mengumpulkan para perempuan penenun dan memberikan pembinaan tentang pemasaran dan promosi, yang memang sudah lama dikuasainya sebagai pengusaha material.