TEMPO.CO, Singkawang - Para penggiat ekonomi kreatif diminta untuk menghilangkan persaingan dan memperkuat jaringan. "Jika dua hal itu dilakukan, pasar ekonomi kreatif akan terbuka luas," kata Trino Junaidi, coordinator Indonesia Creative Cities Network Kalimantan Barat, di depan peserta pendampingan komunitas kreatif Bekraf – Tempo Institute (Kombet), di Singkawang, 7 Oktober 2018.
Baca: Mereguk Rupiah, Menjual Kisah di Balik Produk
Kombet Kreatif diadakan oleh Tempo Instituteberkerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Singkawang merupakan pelaksanaan Kombet Kreatif kesembilan dari total lawatan 12 kota.
Triono menuturkan, inovasi memang merupakan hal penting dalam berbisnis. Terlebih karena persaingan usaha dalam dunia bisnis yang sangat ketat. Tapi tanpa jaringan, pasar yang tercipta sulit berkembang. “Dengan berjejaring, percayalah bisnis kita akan semakit kuat, walau produk yang dijual relatif sama."
Teknologi informasi adalah salah satu cara untuk memperluas pasar. Terlebih saat ini perkembangan dan infrastruktur Internet sudah dapat menjangkau daerah-daerah di pelosok tanah air. Dari diskusi terfokus dengan pegiat ekonomi kreatif di Singkawang, Trino menyatakan, pemasaran merupakan salah satu tantangan yang dihadapi.
Baca: Manfaat Storytelling Bagi Penjualan Produk Ekonomi Kreatif
Melalui jaringan yang kuat, kata Triono, maka kuat pula upaya untuk mendorong pemerintah ikut serta menciptakan regulasi atau membuat terobosan progresif dalam menumbuhkan pasar yang lebih besar. Penguatan modal, kesempatan untuk bertukar informasi dengan daerah lain.
Setelah jejaring kuat, pemerintah akan lebih mudah mengambil peran untuk membangun basis sistem informasi, serta melakukan pelatihan dan pendampingan kepada pelaku ekonomi kreatif di daerahnya.
Achie Ana Westy, salah seorang peserta Kombet Kreatif menawarkan iklan adlips gratis di radio komunitas yang dikelolanya. “Setiap seminggu sekali, teman-teman di Kombet Kreatif dapat mempromosikan produknya melalui talkshow,” ujarnya. Pemerintah dan komunitas juga harus membuat kalender event Kota Singkawang serta memberikan pelatihan menggunakan media sosial khususnya untuk pelaku usaha mikro kecil dan menengah di Kota Singkawang.
Baca juga: Bekraf Ajak Pegiat Ekonomi Kreatif Belajar Storytelling
Harly Farza, pelaku usaha kuliner di Kota Singkawang mengharapkan, beberapa pelaku ekonomi kreatif yang ada dalam satu ekosistem, bisa memberikan pendampingan. “Sehingga ada transfer ilmu pengetahuan, dan saling menguatkan dalam jaringan,”
Cerdas Berpromosi
Peserta dibuka wawasannya untuk dapat menggunakan berbagai cara promosi produk melalui jaringan. Selama ini, metode pemasaran pelaku ekonomi kreatif masih konvensional. Qaris Tajudin, wartawan Tempo, berbagi pengetahuan mengenai marketing di media sosial. “Metode hard selling cenderung sulit menjangkau pasar yang lebih luas. Melalui media sosial, pasarnya tidak terbatas dan bisa menggunakan metode soft selling untuk menarik konsumen,” katanya.
Contohnya, produk maskapai penerbangan tidak secara langsung menjual tiket promosi di media sosialnya. Beberapa menampilkan destinasi wisata yang indah, untuk menarik konsumen dengan mencantumkan tiket promosi di dalam caption fotonya.
“Produk gula, atau kecap tidak serta merta menampilkan gula atau kecap saja di media sosialnya. Tetapi menampilkan resep-resep makanan dan minuman dengan foto-foto yang menarik,” tambahnya. Salah satu cara cepat berpromosi juga bisa menggunakan tagar yang disimbolkan dengan tanda pagar.
Konsumen dapat langsung mencari produk yang diinginkan melalui tagar tertentu. Qaris tidak menganjurkan pebisnis untuk mendompleng tagar tertentu. Misalnya, saat ada ajang Asian Games, pebisnis menggunakan tagar tersebut di dalam caption foto di media sosialnya. “Orang mungkin bisa menemukan produk kita, tetapi belum tentu mereka adalah konsumen yang kita sasar,” ucapnya.
Demikian juga dengan endorsement. Pelaku bisnis biasanya memilik public figure untuk mempromosikan produknya. Namun, harus jeli memilih public figure untuk endorsement produk. “Orang terkenal yang mempromosikan produk kita, belum tentu menaikkan jumlah konsumen. Bisa jadi hanya untuk memperkuat branding dari produk saja,” kata Qaris. Promosi di media sosial cenderung lebih murah dan mudah karena tidak harus menyewa tempat, konsumen bisa melihat produk kapan saja, pasar yang tidak terbatas.
Mustriani, pengusaha herbal instan, mengaku hingga saat ini masih memasarkan produk secara konvensional. “Soalnya bertemu langsung dengan pembeli, rasanya lebih mudah membangun pasar,” kata dia. Media sosial yang dimilikinya tidak dikelola lebih profesional untuk menjual produknya.
Mustriani baru menyadari keunggulan media sosial setelah mendapatkan pelatihan membuat konten. Media sosial menembus jarak dan waktu, sehingga tepung jahe merah dan herbal instan produknya bisa dilihat oleh orang di luar Kalimantan Barat, maupun luar negeri.
ASEANTY PAHLEVI