TEMPO.CO, Jakarta - Banyak kebijakan publik yang bagus hanya tersimpan di lemari perpustakaan. Kebijakan publik ini tidak sempat menyebar ke publik dan menjadi motor penggerak orang lain untuk melakukan perubahan.
“Penyebabnya karena kebijakan bagus itu tidak diikuti dengan laporan yang kualitatif, storytelling, dan hanya memfokuskan pada angka,” kata Direktur Eksekutif Tempo Institute Mardiyah Chamim dalam program Masterclass Cerita Tentang Perubahan di acara Tempo Media Week 2018 Palmerah Edition di Jakarta, Sabtu, 15 Desember 2018.
Baca: 11 Ribu Petani Dapat Pinjaman Berkat Teknologi Blockchain
Mardiyah menuturkan, acapkali cara berpikir pemangku kebijakan itu tidak melibatkan masyarakat sebagai obyek kebijakan itu. “Mereka berpikir top down, yang dilaporkan hanya angka yang rumit, tapi cerita perubahan malah tidak pernah diungkapkan.”
Padahal, seperti yang dikatakan sosiolog Amerika, William Bruce Cameron, jika kita berharap ada perubahan, seharusnya melibatkan orang bawah sebagai subyek kebijakan itu untuk melihat perubahan dunia. Cerita perubahan, kata Mardiyah, adalah cara paling jitu untuk memasuki area yang lebih kualitatif. “Seperti yang dibilang William, tidak semua bisa dihitung itu penting dan tidak semua hal yang penting itu bisa dihitung,” ujarnya.
Mardiyah menuturkan, cerita perubahan itu selalu bergerak dan berproses. “Dari satu titik menuju titik lain.”
Simak juga: Tempo Institute Meresmikan Kelas Tanpa Batas di Tempo Media Week
Agar kebijakan itu bisa membawa perubahan besar, menurut Mardiyah, harus dibangun dengan membangun komunikasi yang baik dengan stakeholder dan mengabarkan perubahan itu dengan cara yang lebih menarik. “Bisa dengan storytelling yang bisa menjadi alat marketing yang powerful,” kata Mardiyah.
Bagaimana menuliskan cerita perubahan yang menarik? Menurut Mardiyah, dalam jurnalisttik ada perangkat 5W1H. “Sebuah peristiwa didekati dengan pertanyaan apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana.”