TEMPO.CO, Jakarta - Dua sahabat sejak kecil, Salsa dan Andrea terpisah jarak antara Jakarta-Washington DC. Keduanya tunanetra yang bertukar kisah soal bagaimana menjalani keseharian sebagai difabel di dua negara berbeda.
Kisah Salsa dan Andrea, dirangkum begitu menyentuh dalam sebuah dokumenter pendek berdurasi 35 menit berjudul How Far I'll Go atau Sejauh Ku Melangkah, karya Ucu Agustin. Film tersebut menjadi salah satu bagian dari rangkaian acara Tempo Media Week 2019 yang digelar di Perpustakaan Nasional, Sabtu, 7 Desember 2019. Sekitar lima puluh penonton memenuhi aula untuk menyaksikan pemutaran film yang mendapat Tokyo Docs Prize 2018 ini. Ucu memperoleh dukungan pendanaan untuk pendanaan dari In-Docs untuk menyelesaikan proyek film, serta mentorship dan distribusi dari Tribeca Film Institute tahun lalu.
Film ini bermula dari pertemuan Ucu Agustin dengan Andrea atau Dea, yang merupakan putri kawannya yang tinggal di Virginia, Amerika Serikat. Ucu, terinspirasi untuk mengangkat bagaimana dua remaja perempuan ini terus menjaga pertemanan sejak kecil dan kerap berbagi pengalaman sehari-hari sebagai tuna netra di tengah masyarakat.
Saat berkenalan dengan Ucu, Andrea menceritakan punya sahabat bernama Salsa, sesama tunanetra yang berada di Indonesia. “Keduanya ingin mandiri, perbedaan yang dialami muncul sendirinya. Ada perbedaan dari sisi fasilitas yang diterima Salsa dan Dea di Indonesia dan Amerika,” tutur Ucu Agustin usai pemutaran film. “Harus ada lebih banyak orang yang mendukung para difabel,” tambah Ucu.
Film pendek ini menurut Ucu merupakan potret kecil soal seberapa jauh perhatian pemerintah terhadap kelompok difabel. Ucu juga ingin menunjukkan bahwa para difabel masih menemukan banyak tantangan kala harus berinteraksi di ruang publik, padahal mereka juga perlu didukung agar sama-sama bisa tumbuh dan hidup mandiri.
Salah satu pemeran, Salsa turut hadir dalam pemutaran film tersebut menuturkan keinginannya agar ada fasilitas memadai yang bisa menunjang kebutuhannya untuk belajar. Salsa kini tinggal di asrama dan menempuh pendidikan di bangku SMA inklusif. Ia pun menjadi siswa tuna netra yang lulus pertama kali di sekolah inklusi tersebut. “Saya ingin menceritakan bagaimana keadaan di sekolah inklusi untuk disabilitas.”
Saat ini, film Sejauh Ku Melangkah masuk nominasi dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2019 untuk kategori Film Dokumenter. Film Sejauh Kumelangkah sempat diputar di Jogja Netpac Festival ke-14 di Yogyakarta dan di Galeri Indonesia Kaya pada 2 Desember lalu. Film ini juga sedang dalam proses pembuatan versi panjang berjudul Menggapai Bintang.