TEMPO.CO, Jakarta - Disrupsi informasi menjadi peluang bagi media mainstream untuk meningkatkan pembacanya. “Disrupsi informasi membuat masyarakat mengalihkan mencari informasi di media mainstream politik karena banyak informasi hoax di media sosial,” kata Pemimpin Redaksi The Jakarta Post, Nezar Patria saat menyampaikan presentasinya tentang The Future Media di Tempo Media Week 2019, di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Sabtu, 7 Desember 2019.
Menurut Nezar, masyarakat mengalihkan bacaannya ke media mainstream besar lantaran jurnalisme yang baik kian langka. “Dunia jurnalistik banyak bermain dengan click bait,” kata dia.
Ia menuturkan, saat ini, konten digital paling besar dikuasai oleh New York Times. The Times juga merajai subscriber.
Di Indonesia, pengaruh game online yang berbahasa Inggris, berimbas positif terhadap peningkatan pembaca The Jakarta Post. “Dulu, pembaca Jakarta Post banyak dikuasai oleh ekspatriat. Tapi kini, gara-gara game berbahasa Inggris, ada kenaikan signifikan dari pembaca lokal,” katanya.
Yang menarik, kata Nezar, disrupsi informasi juga mendorong tren Slow News. “Slogannya menarik, Unbreaking News, bukan Breaking News. Mereka bahkan mengajak pembacanya untuk menentukan headline apa yang akan ditayangkan pada edisi berikutnya,” ucapnya.
Pemimpin Redaksi Tempo.co Setri Yasra membenarkan pernyataan Nezar. Dari data yang diketahuinya, pembaca New York Times dari seluruh dunia per bulan mencapai 171 juta. Subscriber mereka pun sebanyak 4 juta orang. Ini diikuti oleh The Guardian dengan pembaca sebanyak 151 juta per bulan dari seluruh dunia dan 1 juta pelanggan subscriber.
“Tempo.co sedang berusaha mendorong digitalisasi dengan pembaca sebanyak 53 juta pembaca per bulan dan 40 ribu pelanggan subscriber,” katanya.
Ia menuturkan Tempo Media mendorong transformasi digital karena disrupsi teknologi. Menurut dia, wartawan yang sudah puluhan tahun nyaman di cetak harus mengubah pola pikir untuk bersedia berubah digital. “Dua tahun lalu Tempo bersepakat bertranformasi ke digital. Majalah dan Koran Tempo mendorong tumbuhnya pelanggan digital dengan Tempo.co sebagai pintu masuknya,” kata dia.
Menurut Setri, selain bertransformasi digital, media harus mau berkolaborasi. Ia mencontohkan, pengerahan wartawan oleh satu perusahaan tak selalu efektif jika sumber daya manusianya memang terbatas. “Bekerja sama dengan media-media di daerah dan membuat media aggregator itu bisa jadi salah satunya.”
Kolaborasi lainnya adalah, bekerja sama dengan pihak lain untuk menyampaikan informasi spesial. Tempo.co misalnya berkolaborasi dengan Panama Papers, Indonesia Leaks, Investigasi bersama Tempo, dan Bongkar. “Investigasi Bersama Tempo mengundang seluruh wartawan di Indonesia untuk membuat usulan,” ucapnya