TEMPO.CO, Jakarta - Workshop: Future Fitting for the Digital Age yang merupakan bagian dari rangkaian Tempo Media Week 2018. Acara ini berlangsung di Gedung Tempo, Jumat 14 Desember 2018 dan diikuti sekitar 20 peserta dengan latar generasi yang beragam.
Materi dibawakan oleh Syahrul Azmi, praktisi dan fasilitator pengembangan diri yang berasal dari Malaysia. Lewat pemaparannya yang berlangsung selama tiga jam, Syahrul menegaskan ada satu hal yang kerap luput menjadi perhatian setiap orang saat bicara menghadapi perkembangan dan pertumbuhan di dunia digital.
“Pertumbuhan yang luput diperhatikan adalah pertumbuhan sebagai manusia. Itu penting karena orang terlalu bergantung pada teknologi,” ujar Syahrul usai menyampaikan materi. Syahrul melanjutkan, bergantung pada teknologi memang tak bisa dihindari. Tapi bukan berarti manusia mengesampingkan sisi manusiawi, sisi emosional, dan sosial. Teknologi menurut Syahrul bisa menjadi blokir antarmanusia jika hanya punya tujuan mau terhubung karena gampang.
Penting menyiapkan diri untuk bisa menghadapi bagaimana zaman berkembang, memahami teknologi, tapi paling penting adalah menyiapkan diri menghadapi era digital. “Bukan dari menguasai teknologi tapi bagaimana menghandle diri sendiri saat berasa di masa yang berkembang sangat cepat,” beber Syahrul.
Syahrul Azmi, pakar pengembangan sumber daya manusia, ia akan berbicara di workshop Future Fitting for the Digital Age.
Mengendalikan emosional, memahami pola pikir orang lain menjadi bekal penting apalagi saat ini pertemuan dari berbagai generasi terjadi. Syahrul membahas dari generasi baby boomers sampai generasi Z masing-masing punya kekurangan dalam menghadapi era digital. Tapi mereka punya tantangan yang sama yakni menghadapi kecepatan.
Generasi milenial mungkin sudah terpapar teknologi sejak kecil, namun belum tentu mereka punya kecakapan yang cukup sehingga bisa melenggang santai di era digital. Bisa jadi mereka masih kalah kecepatan dari generasi sebelumnya lantaran generasi di atasnya sudah terbiasa menghadapi perubahan zaman. “Kesiapan bisa jadi dimiliki generasi sebelumnya atau pun tidak, satu persamaan mereka adalah tak seorang pun tahu apa yang sebetulnya akan terjadi,” ujar Syahrul.
Setidaknya ada tiga hal yang bisa menjadi pegangan saat menghadapi era digital yaitu memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, membangun koneksi, dan menjalin kolaborasi. Tiga hal itu menurut Syahrul menjadi penting dan relevan dengan kebutuhan masa depan. Rasa ingin tahu menjadi kiat mengembangkan pola pikir, membangkitkan kesadaran diri untuk terus mau belajar dan siap menghadapi perubahan.