TEMPO.CO, Jakarta - Membuat berita secara eksklusif adalah salah satu strategi andalan media untuk menang kompetisi. Pengalaman setelah membuat berita investigasi mengajarkan perlunya mencoba strategi sebaliknya. Alih-alih saling menyimpan sumber berita, media yang melakukan investigasi perlu mencoba cara baru: berkolaborasi.
“Dengan kolaborasi, dampak berita bisa lebih optimal, kepercayaan publik bertambah, risiko pun bisa ditanggung bersama,” kata Redaktur Eksekutif Majalah Tempo, Setri Yasra saat berbicara mengenal Kolaborasi, Masa Depan Jurnalisme di acara Tempo Media Week 2018 di Ruang dan Tempo, Gedung Tempo, Jakarta, Sabtu, 15 Desember 2018.
Baca: 11 Ribu Petani Dapat Pinjaman Berkat Teknologi Blockchain
Setri menjelaskan keyakinan barunya ini muncul dari pengalaman Tempo melakukan investigasi selama ini. Tempo selalu dicurigai membawa kepentingan pihak tertentu setiap kali mengungkap sebuah kasus melalui investigasinya.
“Misalnya satu saat kami bisa dituding anti Islam karena mengangkat kasus yang dilakukan oleh kelompok berideologi Islam, di waktu lain, ketika Tempo mengusut kasus yang melibatkan politisi nasionalis, muncul tudingan bahwa Tempo digerakkan oleh kelompok sosialis,” ujarnya.
Baca: Kebijakan Publik Tidak Bawa Perubahan, Apa Sebabnya?
Berkaca dari pengalaman tersebut, kata Setri, muncul gagasan di dalam redaksi Tempo tentang perlunya menggelar investigasi secara bersama-sama dengan media lain. Manfaatnya, untuk meminimalkan kecurigaan dan menaikkan kredibilitas atas berita yang dibuat.
Tempo mencoba mewujudkan strategi ini dengan menggelar program Investigasi Bersama Tempo, dan kemudian bergabung ke jaringan kerja IndonesiaLeaks. Setri merasa gembira karena kini kolaborasi antar media telah terwujud, baik itu melalui program seperti IBT mau pun IndonesiaLeaks.
Simak: Begini Resep Membentuk Karakter Tokoh dalam Fiksi
Setri menekankan bahwa salah satu alasan banyak media enggan melakukan investigasi adalah berisiko tinggi, memakan banyak waktu dan tenaga, dan mempertimbangkan ketergantungan media terhadap iklan. Akibatnya banyak isu penting tak terungkap karena media enggan mengusutnya. Hal ini terutama terjadi pada media-media di luar Jakarta.
Meski demikian, Setri tetap berharap akan tetap ada media yang mau kembali mengingat dan menegakkan kembali fungsi media sebagai pengawas dan pengawal kepentingan masyarakat luas.
Simak juga: Fasli Jalal Ceritakan Gadis yang Kalahkan Raksasa
Manfaat dari strategi kolaborasi ini telah dirasakan pula oleh lembaga non media seperti Indonesia Corruption Watch (ICW). Lais Abid dari ICW menyatakan platform kerja seperti IndonesiaLeaks juga bermanfaat bagi lembaga seperti ICW.
Selama ini, kata Abid, sebagai lembaga anti korupsi, ICW banyak menerima pengaduan masyarakat. Tidak semuanya memenuhi kriteria sebagai kasus korupsi. Dengan sumber daya yang terbatas, “kami kewalahan menangani berbagai pengaduan tersebut,” ujarnya.
Hal ini, menurut Abid, masih ditambah kebutuhan agar kasus-kasus yang ditangani mendapatkan perhatian publik. Dengan adanya IndonesiaLeaks, kini ICW bisa mendorong masyarakat yang memiliki data kasus korupsi untuk menyalurkannya ke jaringan media di IndonesiaLeaks.
Baca: Pentingnya Interaksi dengan Penonton Saat Berbicara di Depan Umum
Baik Setri maupun Abid, mengakui bahwa platform kerja seperti IndonesiaLeaks tidak akan langsung mendapatkan kepercayaan publik sebagai saluran untuk memberantas korupsi atau berbagai bentuk pelanggaran hukum lainnya. Meski demikian, keduanya optimis bahwa kredibilitas tersebut akan dapat diraih.
Salah satunya adalah dengan keluarnya liputan bersama tentang perusakan barang bukti pemeriksaan sebuah kasus di KPK. Kasus yang bahannya telah didapat sejak hampir setahun sebelumnya, tapi baru dibuka setelah diverifikasi dengan penuh kehati-hatian oleh media anggota jaringan IndonesiaLeaks.
Keyakinan dan optimisme pada kerja kolaboratif untuk investigasi ini disambut baik oleh peserta diskusi. Meski demikian mereka sempat menanyakan mekanisme verifikasi dan jaminan keamanan dari pelaku dan pendukung kerja investigasi ini. Kekhawatiran ini ditepis oleh Setri dan Abid dengan menunjukkan bahwa kerja ini tetap mengedepankan prinsip-prinsip kerja professional dan etika serta mekanisme pengamanan yang terus diperbaiki.
SOPRIL