TEMPO.CO, Nusa Dua - Ketua Panitia Konferensi WCCE (World Conference on Creative Economy), Endah Wahyu Sulistiyanti , mengatakan pentingnya ekonomi kreatif sebagai sektor yang inklusif. Siapa pun dan di mana pun, kata Endah, bisa terlibat aktif. Karena sektor ini tak peduli gender, latar belakang sosial, dan juga background pendidikan.
Baca: Konferensi WCCE, Bekraf Paparkan Tantangan Ekonomi Kreatif
Di Indonesia, menurut Endah, ada 16 subsektor ekonomi kreatif yang dikembangkan dan sudah terbukti memberi peran besar. "Sektor ini juga punya social impact yang penting, terutama mengenai inklusivitas," kata Endah dalam acara Konferensi Ekonomi Kreatif itu di Nusa Dua, Bali, Selasa, 6 November 2018.
Deputi Hubungan Antar Wilayah dan Lembaga Bekraf, Endah Wahyu Sulistianti, saat memberi sambutan dalam peluncuran program pendampingan produk kreatif bersama Tempo Institute di Hotel Arya Duta, Jakarta, Kamis, 26 Juli 2018. Foto: Fadli/Tempo Institute
Di antara 16 subsektor ekonomi kreatif tersebut adalah kuliner, kriya, fashion, seni pertunjukan dan game developer. Ini banyak dikerjakan seniman dari berbagai latar belakang, tak peduli status permodalan, gender, juga difabel atau bukan. “Semua kalangan punya peran memajukan ekonomi kreatif. Itulah yang dimaksud inklusif, semua bisa terlibat," kata Endah.
Tantangannya, kata Endah yang juga Deputi Hubungan Antarwilayah dan Lembaga Bekraf, selain akses permodalan, pemasaran, yaitu intellectual property right. Pelaku ekonomi kreatis skala kecil, menurut Endah, sering kali tidak memahami aspek hak atas kekayaan intelektual ini. Akibatnya, tak jarang pelaku ekonomi kreatif dirugikan oleh pemain besar.
Endah menambahkan, Konferensi WCCE yang digelar Bekraf ini bertujuan mencari jawaban atas berbagai tantangan di dunia ekonomi kreatif. Indonesia, kata dia, mengambil posisi sebagai pemain utama dunia di bidang ekonomi kreatif.
Menyerap 29,5 Juta Tenaga Kerja