TEMPO.CO, Singkawang - Pelaku bisnis saat ini harus dapat mengembangkan ide paling kreatif untuk dapat merebut pasar besar. Nilai tambahnya adalah orisinalitas dan idealisme terhadap produk yang akan dijual.
Baca: Manfaat Storytelling Bagi Penjualan Produk Ekonomi Kreatif
“Produk yang paling beda dengan yang lain, biasanya cepat dilirik konsumen,” kata Akbar Yumni, pegiat cinematografi dari Arkipel, pada kegiatan pendampingan komunitas kreatif Bekraf – Tempo Institute atau Kombet Kreatif di Singkawang, 6 Oktober 2018. Acara Kombet Kreatif merupakan program pendampingan untuk pegiat ekonomi kreatif yang diadakan Tempo Institute bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).
Produk yang punya pembeda dengan yang lain, bahkan bisa jadi pencitraan merek. Akbar menambahkan, pelaku kreatif jangan takut untuk berbeda dan mempertahankan orisinalitas. Masih banyak konsumen yang idealis dan kritis. Secara tidak langsung, pelaku ekonomi kreatif membentuk pasar yang idealis pula. “Penting untuk tidak sama dengan yang lain,” katanya.
Tips untuk menarik konsumen adalah menjual sebuah produk dengan narasi-narasi berkembang. Jika produknya makanan, maka bisa dihubungkan dengan nilai kultural atau mitologi sehingga menarik orang untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang produk tersebut, dan kemudian membeli. Strategi ini merupakan politik narasi.
Politik narasi adalah sebuah strategi untuk merangkul kisah-kisah yang berkembang di masyarakat. “Iklan jualan kecap, yang ditampilkan tidak serta merta kecap. Tapi gagasan dibalik sebuah produknya,” tambahnya.
Panca Yudha Pratomo, 25 tahun, alumni Fakultak Teknologi Pangan Universitas Tanjungpura Pontianak, mengambil ide untuk membuat turunan produk dari komoditi lokal khas Kota Pontianak. Sesaat sebelum lulus kuliah, empat tahun lalu, dia mulai memikirkan produk lokal yang bisa dipasarkan secara luas.
Pilihannya jatuh pada bisnis sirup yang terbuat dari jeruk sambal. Di Pontianak, minuman ini dikenal dengan jeruk kecil. Jeruk sambal sebenarnya penamaan Betawi, beberapa daerah juga menyebutnya jeruk limo. Dalam bahasa Inggris juga dikenal dengan Nasnaran Mandarin. Orang melayu menyebutnya jeruk limau. Ukurannya kecil dengan kulit lebih tipis, berwarna hijau.
Sama halnya ketika dijadikan bagian dari sambal, jeruk limau ini mengeluarkan aroma wangi yang segar pada minuman. Kerap dihidangkan dengan es batu dan gula pasir. Biasa dipesan warga, menemani makanan yang pedas atau berlemak. “Tapi belum ada yang menjual dalam bentuk kemasan,” kata Panca.
Bersama sahabatnya, Firman, seorang petani jeruk limau di Kecamatan Terentang, Kabupaten Kubu Raya, Panca memulai usaha. Modal awal Rp1 juta, dibagi dua. Mereka mencari karyawan lepas untuk memeras jeruk secara manual. Mereka memproduksi 300 botol sirup per bulan. Tanpa penguat rasa. Gula menjadi pengawet alaminya.
Kini, mereka telah menggunakan mesin yang dirancang khusus. “Sirup ini pun berguna untuk kesehatan. Jeruk limou mengandung senyawa limonin untuk memperkuat jantung dan minyak atsiri,” katanya. Kini Panca bisa memproduksi 3500 botol sirup. Dia pun memenangkan sebuah ajang adu ide kreatif untuk bisnis di Jogjakarta dan mendapatkan bantuan modal usaha.
Agustinus, juga mengangkat produk lokal. Kerajinan khas dari suku Dayak dari kulit kayu kempas. Kulit kayu dibuat tas, yang menggunakan pewarna alami. “Biasanya, tas dari kulit kayu digunakan untuk membawa sumpit,” katanya. Dibuat dengan tangan, perlu lebih dari sepuluh hari untuk membuat tas kulit kayu ini.
Pasalnya, pewarnaan alami membuat kayu yang akan diwarnai harus dicelup berkali-kali. Agus pun harus mempertahankan keberadaan tanaman pewarna tersebut, agar selalu tersedia di alam. Dalam waktu dekat akan dibudidayakan. Untuk mendapatkan kulit kayu, Agus harus berhari-hari keluar masuk hutan. “Cuma saya sulit untuk menarasikan. Perlu latihan, soalnya sosial media pun baru dibuat dalam workshop ini,” katanya.
Baca: Kiat BRI Mendorong UMKM Kupedes Jadi Konglomerat
Qaris Tajudin, wartawan Tempo menambahkan, kekuatan narasi dan visual menjadi kombinasi yang bagus untuk menarik konsumen. Dengan berjejaring, pelaku ekonomi kreatif dapat melengkapi satu sama lain. “Bikin website bersama untuk semua produk kreatif di Singkawang juga bagus. Yang pintar foto bisa membantu yang tidak bisa foto,” tambahnya. Info produk yang menekankan keunggulan lokal biasanya jadi daya tarik konsumen. Terutama yang berasal dari luar kota.
ASEANTY PAHLEVI