TEMPO.CO, Bojonegoro - Usaha ekonomi kreatif terkadang muncul atas permintaan. Boneka Gawekno yang dirintis Unun Rosalini, 38 tahun, pada dua tahun silam itu terjadi atas permintaan sepupu dan temannya. Nama Gawekno (bahasa Jawa) yang menjadi branding boneka rajutnya itu memang berarti perintah untuk membuatkan.
“Mereka bilang, gawekno boneka sing iso dipajang (bikinkan boneka yang bisa dipajang),” kata Unun, di sela-sela Pendampingan Komunitas Kreatif Bekraf – Tempo Institute atau Kombet Kreatif di Pusat Pengembangan Industri Kreatif Bojonegoro, Sabtu, 29 September 2018. Kombet Kreatif diadakan oleh Tempo Institute bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).
Baca: Cah Angon Sulap Biji Secang Jadi Kopi dan Libatkan Anak Muda
Tawaran yang sangat menggiurkan ini langsung diterimanya. Apalagi harga yang ditawarkan temannya juga pas, mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 100 ribu per biji. Boneka pajangan ini kemudian dipasarkan oleh teman dan keluarganya dan laris dalam waktu singkat. Hingga akhirnya, Boneka Gawekno ini menjadi produk utama ekonomi kreatif buatan tangan Unun.
Unun lalu membuat beragam model boneka yang menyenangkan, seperti binatang, anak kecil berambut keriting, dan lain-lain. Meski buatan tangan, boneka berbahan baku benang rajut, dakron dan asesoris lain ini, berani bersaing dengan kualitas pabrikan.
Baca: Ini 3 Kiat Mengembangkan Karyawan di Usaha Ekonomi Kreatif
Agar boneka terasa kenyal, kuat, dan kencang saat dipegang, Unun mengisinya dengan dakron sebelum ditutup dengan rajutan. Ia sengaja memilihkan warna benang rajutannya tidak norak dan disesuaikan dengan warna asli binatang itu. Misalnya panda, maka bonekanya berwarna putih dan hitam. ”Saya buat dengan teliti,” ujarnya.
Kini, usaha Boneka Gawekno, telah berkembang. Untuk menjaga kualitas produk bonekanya, Unun, memberi pelatihan ke beberapa saudara dan tetangganya. Dia juga membuka kelas pelatihan, dengan murid sepuluh orang. Sayangnya, dari tiap-tiap pelatihan itu, hanya beberapa orang saja yang bisa. “Memang rumit, untuk tingkat kesulitannya,” kata Unun.
Kini untuk pengembangan usahanya, Unun ikut bergabung dengan pelbagai komunitas. Di antaranya Komunitas Craft er Bojonegoro (KCB), juga Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan menengah (UMKM). Bahkan produk boneka rajutnya juga telah didaftarkan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual di bawah Departemen Hukum dan HAM RI denngan nama Boneka Gawekno.
Sebenarnya, menjadi pelaku usaha ekonomi kreatif dengan membuat boneka rajutan tak terbayangkan Unun sebelumnya. Ahli gizi lulusan Politeknik Kesehatan Yogyakarta tahun 2005 ini memilih bekerja di sebuah rumah sakit di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Baru bekerja dua tahun, Unun diminta Ibunya pulang ke Bojonegoro. Kembali ke rumah, Unun membuka usaha makanan bersama keluarga. Tapi usaha makanan ini tak berkembang dengan baik.
Satu hari, ia berdiskusi dengan temannya yang memiliki usaha membuat souvenir pernikahan. Dari usaha ini, temannya menyebutkan, sudah bisa membeli sepeda motor. Kisah temannya ini memotivasi Unun untuk membuat usaha sampingan. Dari ahli gizi, Unun kini bersalin rupa sebagai pembuat boneka rajutan Gawekno.
SUJATMIKO