TEMPO.CO, Solo - Kerajinan syal berbahan tenun lurik Gedong Kayu produksi pengrajin asal Griya Tiara Ardi Mojosongo, Kecamatan Jebres, Solo, Jawa Tengah, kian terkenal. Seorang pengrajin, Katarina Oktaviani Putri, mengaku menekuni kerajinan syal dan fashion berbahan dasar kain tenun lurik Gendong Kayu yang belum terlalu dikenal oleh masyarakat.
Menurut wanita 21 tahun ini, kerajinan produksinya sudah dipasarkan sampai ke mancanegara. Syal atau sering disebut sleyer memang disukai masyarakat luar negeri karena keunikannya dan fungsinya yang serba mudah digunakan.
Syal merupakan sehelai kain yang biasa dipakai di leher, kepala atau pundak. Syal juga digunakan sebagai pelengkap gaya baik kasual maupun formal, diikat di leher, diselempangkan di bahu, dan dibentuk pita leher.
Katarina menjelaskan, kerajinan jenis lain yang diproduksi di antaranya tas, sandal, sepatu, kalung, anting, kipas, dan payung yang semuanya berbahan tenun lurik Gendong Kayu.
Syal produksinya sudah sampai di pasar Malaysia, Polandia, dan Inggris. "Sedangkan produk lainnya masih di pasar lokal antara lain Pulau Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi," kata Katarina yang mengaku masih kuliah di Institut Seni Indonesia Surakarta jurusan Desain Grafis itu.
Sejak 2014, Katarina menekuni kerajinan berbagai jenis berbahan lurik tersebut. Awalnya hobi. Setelah ditekuni ternyata memiliki nilai ekonomi yang dapat menambah penghasilan keluarga.
"Cara saya memasarkan dengan online, mengikuti pameran-pameran inacraft yang diadakan Dinas Pariwisata, Dinas Perdagangan dan Koperasi," kata Katarina sembari menambahkan harga produk kerajinannya bervariasi. Untuk tenun lurik dijual mulai dari Rp 15 ribu sampai Rp 350 ribu per buah.
"Kemampuan kami berproduksi rata-rata bisa mencapai 3.000 buah per bulan, sedangkan omzet hampir sama dengan produksi," katanya. UMKM dengan merek Oppu Label.CO ini dalam bentuk syal ikut melestarikan warisan kain lurik Gendong Kayu.